 |
| Padi. Foto: Pixabay.com |
Tanikita.com-Di Jepang, petani padi sering menghadapi penyakit "bakanae" yang menyerang tanaman padi. Gejala penyakit ini terlihat dari pertumbuhan ruas batang dan daun yang memanjang, membuat tanaman terlihat lebih tinggi dari yang seharusnya. Meskipun tumbuhan tampak tinggi dan besar, biji padi yang terinfeksi bakanae ternyata kosong. Dalam bahasa Inggris, penyakit ini dikenal sebagai "foolish seedling."
Pada tahun 1926, Dr. Elichi Kuroshawa menemukan bahwa penyakit bakanae disebabkan oleh jamur Gibberella fujikuroi, yang merupakan tahap seksual dari Fusarium moniliforme. Studi lebih lanjut di Universitas Tokyo mengungkap bahwa perpanjangan batang dan daun pada padi terinfeksi bakanae dipicu oleh senyawa kimia yang dihasilkan oleh jamur Gibberella fujikuroi. Mereka menyebut senyawa kimia ini dengan nama "GIBBERELLIN."
Setelah Perang Dunia II, para ahli di Imperial Chemical Industries (ICI) di Inggris (dan Departemen Pertanian Amerika Serikat) berhasil mengisolasi beberapa senyawa gibberellin. Salah satunya adalah asam gibberellat (gibberelic acid) A3 atau GA3.
Banyak asam gibberellat telah berhasil diisolasi dari berbagai tumbuhan, fungi, dan bakteri. Beberapa di antaranya yang memiliki aktivitas biologis yang signifikan adalah GA1, GA3, GA4, dan GA7. Di antara semua jenis gibberellin, produksi terbesar adalah GA3 yang dihasilkan melalui fermentasi jamur Gibberella fujikuroi.
Asam gibberellat murni memiliki bentuk kristal padat dengan kelarutan dalam air sebesar 4,6 g/l. Dalam bentuk garam kalium, kelarutannya bahkan mencapai 50 g/liter air. Selain itu, terdapat bentuk lain seperti garam natrium dan amonium.
Gibberellin digunakan sebagai zat pengatur pertumbuhan yang dapat memperpanjang ruas batang, merangsang perkecambahan, meningkatkan ukuran buah, merangsang pembungaan, dan berbagai aplikasi lainnya.
Comments0
Komentar dengan link tidak diperkenankan.