*TSd0TUWlBUC0Gpz9GSO9GpMlBA==*

Pencegahan Antraknosa Pada Cabai

Buah Cabai Foto: pixabay.com


Tanikita.com - Cabai merupakan salah satu komoditas sayuran yang banyak digunakan sebagai bumbu masakan khas di Indonesia. Hampir seluruh daerah menggunakan cabai. Mengakibatkan sistem pertanian model urban farming hingga pertanian modern membudidayakan jenis tanaman ini. 


Pertanaman dengan sekala luas dan tidak mengenal sistem waktu dan rotasi mengakibatkan berbagai jenis hama penyakit tetap bertahan dan selalu ada. Salah satunya adalah antraknosa atau penyakit patek.


Antraknosa (atau juga dikenal sebagai penyakit antraknose) adalah penyakit tanaman yang disebabkan oleh berbagai spesies jamur dari genus Colletotrichum. Penyakit ini dapat menyerang berbagai jenis tanaman, termasuk tanaman buah-buahan, sayuran, tanaman hias, dan tanaman pangan lainnya.


Penyakit antraknosa menyebar melalui spora jamur yang terbawa oleh air, angin, serangga, alat- alat pertanian atau melalui kontak langsung dengan tanaman yang terinfeksi. Kelembaban dan suhu yang tinggi memungkinkan spora jamur untuk berkembang biak dan menyerang tanaman dengan lebih efektif.


Kerugian Akibat Antraknosa 


Antraknosa adalah penyakit yang menyebabkan kerugian yang signifikan dalam industri pertanian di Indonesia. Beberapa kerugian yang dapat ditimbulkan akibat antraknosa di Indonesia pertama; Penurunan produksi dan hasil panen: Antraknosa dapat menyebabkan penurunan produksi tanaman pangan dan buah-buahan. Infeksi yang parah dapat menyebabkan kerusakan pada buah-buahan dan mengurangi hasil panen secara signifikan.


Kedua; Kerugian ekonomi: Penyakit ini dapat memiliki dampak kerugian ekonomi yang serius. Penurunan produksi dan kualitas produk dapat mengakibatkan kerugian finansial yang signifikan bagi para petani. Selain itu, kerugian ekonomi juga dapat dirasakan oleh seluruh rantai pasok seperti pedagang, dan semua pihak yang terlibat.


Ketiga; Ketergantungan pada impor: Antraknosa menyebabkan penurunan produksi dalam skala besar sehingga harus mengimpor lebih banyak produk pertanian untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Hal ini dapat meningkatkan ketergantungan negara pada impor dan berdampak negatif pada neraca perdagangan dan ketahanan pangan.


Keempat; Penurunan daya saing produk: Antraknosa dapat mengurangi daya saing produk pertanian Indonesia di pasar global yang menganut sistem perdagangan bebas. Jika produk pertanian Indonesia terinfeksi dan mengalami kerusakan yang signifikan akibat antraknosa, maka kualitas dan daya tarik produk tersebut dapat terpengaruh secara negatif. Hal ini dapat menyebabkan penurunan daya saing dan kesulitan dalam memasarkan produk pertanian Indonesia di pasar global.


Kelima; Dampak sosial dan kesejahteraan masyarakat: Penurunan produksi dan pendapatan akibat antraknosa dapat berdampak negatif pada kesejahteraan masyarakat pertanian, mengurangi pendapatan mereka dan mempengaruhi tingkat kesejahteraan petani.


Waktu Serangan Terjadi


Serangan antraknosa dapat bervariasi tergantung pada jenis tanaman, kondisi lingkungan, dan tingkat keparahan infeksi. Pada umumnya, serangan antraknosa dapat terjadi pada berbagai tahap pertumbuhan tanaman:

1. Tahap awal pertumbuhan: Antraknosa dapat mulai menyerang tanaman pada tahap bibit atau setelah tanaman tumbuh beberapa minggu setelah penanaman. Tanaman yang terinfeksi mengalami pertumbuhan yang terhambat dan menunjukkan tanda awal infeksi seperti bintik-bintik pada daun atau batang.

2. Tahap vegetatif: Antraknosa dapat menyerang daun, batang, dan ranting tanaman saat pertumbuhan vegetatif. Pada tahap ini, bercak atau bintik-bintik antraknosa mungkin semakin meluas dan membesar, mempengaruhi pertumbuhan dan kualitas tanaman.

3. Tahap pembungaan dan pembuahan: Infeksi pada bunga dan buah dapat mengakibatkan kerusakan yang signifikan, termasuk busuk buah dan penurunan hasil panen.

 

Jenis Jamur Antraknosa 

Busuk kering atau antraknosa disebabkan oleh jamur dari genus Colletotrichum. Beberapa spesies jamur Colletotrichum yang umumnya diketahui menyebabkan antraknosa antara lain:

1. Colletotrichum gloeosporioides: Salah satu spesies jamur Colletotrichum yang paling umum ditemukan sebagai penyebab antraknosa pada berbagai tanaman. Spesies ini dapat menginfeksi banyak tanaman inang, termasuk buah-buahan seperti mangga, pisang, jeruk, dan buah naga, serta sayuran seperti cabai dan paprika.

2. Colletotrichum acutatum: Spesies ini juga dikenal sebagai penyebab antraknosa pada buah-buahan seperti stroberi, anggur, dan apel. Selain itu, C. acutatum juga dapat menginfeksi tanaman hias seperti mawar.

3. Colletotrichum coccodes: Spesies ini biasanya diketahui menyebabkan antraknosa pada tanaman sayuran seperti kentang, tomat, dan kubis.

4. Colletotrichum lindemuthianum: Spesies penyebab antraknosa pada tanaman kacang-kacangan, seperti kacang hijau dan kacang tanah.

Perlu dicatat bahwa spesies jamur Colletotrichum yang menyebabkan antraknosa dapat bervariasi tergantung pada jenis tanaman dan lokasi geografis. 


Siklus hidup

Siklus hidup Antraknosa melibatkan beberapa tahap. Berikut adalah umumnya siklus hidup jamur Colletotrichum yang menyebabkan antraknosa:

1. Infeksi primer: Siklus hidup dimulai ketika spora jamur yang matang dilepaskan. Terlihat bintik-bintik yang pada tanaman.

2. Penetrasi: Spora yang matang, mencari tanaman inang dan mencapai permukaan tanaman, seperti daun, batang, atau buah. Spora akan berusaha untuk menembus jaringan tanaman melalui stomata, luka, atau struktur permukaan tanaman yang rentan.

3. Kolonisasi dan perkembangan: Setelah berhasil menembus jaringan tanaman, jamur Colletotrichum akan mulai tumbuh dan berkembang di dalam jaringan tanaman. Jamur akan membentuk struktur acervulus di dalam bintik-bintik yang terbentuk. Acervulus berfungsi sebagai pusat produksi spora jamur yang baru.

4. Penyebaran sekunder: Spora jamur yang dihasilkan di acervulus akan dilepaskan ke lingkungan sekitar melalui tetesan air hujan, angin, serangga, atau kontak langsung. Spora tersebut dapat menyebar dan menginfeksi tanaman lain yang rentan di sekitarnya, memulai infeksi sekunder.

5. Infeksi sekunder: Proses infeksi sekunder dan penyebaran spora dapat terus berlanjut, membentuk siklus baru dan memperluas area infeksi antraknosa pada tanaman.


Gejala Serangan

Gejala antraknosa bervariasi tergantung pada jenis tanaman yang terinfeksi dan spesies jamur yang menyerang. Beberapa gejala umum yang sering muncul antara lain:

1. Bercak-bercak pada daun, buah, atau batang tanaman dapat berwarna hijau, cokelat dan kehitaman

2. Penyusutan dan kerut pada buah yang terinfeksi dan buah cepat membusuk 

3. Jaringan yang mati di sekitar bercak. Pada beberapa tanaman, bercak dapat menembus lebih dalam ke dalam jaringan tanaman, menyebabkan pembusukan

4. Pada tanaman sayuran seperti cabai atau paprika, tanaman mungkin mengalami pembusukan pada bagian buah yang matang.

5. Infeksi pada bunga dan daun dapat menyebabkan kematian pada jaringan tersebut.

6. Penuruan pertumbuhan tanaman. Tanaman yang terinfeksi akan mengalami penurunan pertumbuhan, daun menjadi kering atau rontok, dan produktivitas yang rendah dan menjadi lebih rentan terhadap serangan hama dan penyakit lainnya.


Pengendalian

Pengendalian antraknosa dapat menggunakan fungisida. Berikut adalah beberapa hal yang perlu diperhatikan saat menggunakan fungisida untuk mengendalikan antraknosa:

  1. Identifikasi jamur: sebelum menggunakan fungisida Penting untuk mengidentifikasi jenis jamur penyebab antraknosa yang ada pada tanaman Anda. Setiap jamur dapat memiliki sensitivitas yang berbeda terhadap fungisida tertentu. 
  2. Pilih fungisida yang tepat: Ada berbagai jenis fungisida yang tersedia untuk mengendalikan antraknosa. Pilihlah fungisida yang direkomendasikan untuk tanaman dan jenis jamur penyebab antraknosa yang sedang Anda hadapi. Bacalah petunjuk penggunaan dan dosis yang terdapat pada label fungisida dengan teliti dan ikuti petunjuk tersebut.
  3. Waktu aplikasi: Aplikasikan fungisida saat kondisi yang tepat, seperti sebelum serangan antraknosa terjadi atau segera setelah terdeteksi. Biasanya, aplikasi fungisida dilakukan pada tahap awal pertumbuhan tanaman atau sebelum periode cuaca yang lembap
  4. Frekuensi aplikasi: Fungisida seringkali perlu diaplikasikan secara berulang dengan interval tertentu untuk mengendalikan antraknosa dengan efektif. Ikuti petunjuk dan rekomendasi produsen atau ahli pertanian mengenai frekuensi aplikasi yang disarankan.
  5. Penggunaan secara bergantian: Untuk menghindari resistensi jamur terhadap fungisida perlu dilakukan aplikasi fungisida degan Bahan aktif berbeda secara bergantian. 
  6. Praktik sanitasi yang baik, termasuk pembersihan dan pemangkasan bagian tanaman yang terinfeksi untuk mencegah penyebaran penyakit.
  7. Penggunaan varietas tanaman yang tahan terhadap antraknosa.
  8. Mengatur drainase yang baik untuk mengurangi kelembaban yang memfasilitasi perkembangan jamur.
  9. Rotasi tanaman untuk mencegah penyebaran penyakit dari satu musim tanam ke musim tanam berikutnya.
  10. Konsultasikan kepada pemyuluh pertanian untuk mendapatkan informasi pengendalian yang tepat.

Itulah artikel mengenai pengendalian Antraknosa secara ringkas. Semoga bermanfaat

***

Comments0

Komentar dengan link tidak diperkenankan.

Type above and press Enter to search.