*TSd0TUWlBUC0Gpz9GSO9GpMlBA==*

PENGENDALIAN INVASIVE ALIEN SPESIES (IAS) TANAMAN ECENG GONDOK (Eichornia crassipes) PADA DAERAH PERAIRAN


Eceng gondok, salah satu tumbuhan invasive alien spesies
Foto: Wikimedia Commons


Tanikita.com - Invasive Alien Spesies (IAS) atau spesies asing adalah spesies yang dibawa secara sengaja atau tanpa disengaja masuk ke dalam suatu ekosistem secara tidak alami dan bisa dikatakan merupakan spesies pendatang dan bukan spesies alami pada ekosistem tersebut (Wikipedia, 2017). Sedangkan pengertian Spesies invasif adalah spesies, baik spesies endemik (asli) maupun spesies pendatang, yang secara luas mempengaruhi habitat dan ekosistemnya sehingga dapat menyebabkan kerusakan habitat dan lingkungan baik flora maupun fauna, menyebabkan kerugian ekonomi, serta dapat membahayakan kehidupan manusia.

Invasive Alien Spesies (IAS) memberikan dampak yang bersifat invasive dan mampu merubah spesies, habitat hidup dalam ekosistem alami pada suatu ekosistem, (Antara, 17 April 2013). Pertumbuhan Spesies invasive relative sangat cepat dan merata mengalahkan spesies yang asli (Sunaryo, 2012). Dengan tingginya daya toleransi terhadap lingkungan membuat spesies ini menjadi berkembang secara luar biasa dan mengancam keanekaragaman hayati lokal. 

Spesies invasive asing yang sudah ada dan berkembang serta menguasai sejumlah perairan di Indonesia adalah Eceng Gondok (Eichornia crassipes). Tanaman ini bukan merupakan tanaman asli Indonesia, namun pada saat ini eceng gondok sudah bisa dikatakan menguasai perairan di Indonesia terkhusus pada perairan danau dan sungai. 

Eceng gondok merupakan tanaman yang tumbuh subur pada daerah perairan baik sungai maupun danau serta pertumbuhannya sangat dipengaruhi oleh aktifitas manusia seperti aktifitas pertanian dan peternakan maupun aktifitas rumah tangga. Peningkatan kandungan nitrat dan phospat pada perairan merupakan dampak kesuburan suatu perairan di cirikan dengan unsur hara Nitrat dan Phospor yang tinggi akibat dari pupuk, limbah rumah tangga dan limbah peternakan. Tingginya kesuburan tersebut merupakan nutrisi bagi tanaman dan disebut sebagai proses eutrofikasi (Wiryono, 2013). 

Menurut Sembel (2015) peledakan eceng gondok pada daerah perairan akibat pupuk pertanian yang masuk kedalam perairan dan terakumulasi dalam dasar sungai atau danau dan mengakibatkan eutrofikasi. Eutrofikasi adalah meningkatnya kandungan mineral pada perairan yang menyebabkan pertumbuhan yang cepat pada eceng gondok.   

Penyebaran enceng gondok sebagai spesies invasive sudah sangat menghawatirkan. Ancaman serangan spesies invasive ini sangat serius dan nyata sudah terjadi di Negara ini. Kelestarian perairan danau, sungai serta ekosistem perlu kita pertahankan karena menjadi tulang punggung perekenomian bagi masayarakat. Sehingga pengendalian eceng gondok sebagai Invasive Alien Spesies perlu menjadi perhatian khusus bagi kita semua. 

Tulisan ini  membahas permasalahan Spesies Invasive terkhusus pada tanaman eceng gondok, baik sejarah itroduksi di Negara Indonesia, dampak yang diakibatkan dan Bagaimana cara-cara penanggulangannya.

Sejarah Introduksi di Indonesia

Eceng gondok (Eichornia crassipes Solms). Tumbuhan air ini pada awalnya didatangkan dari dari Amerika oleh ahli botani ke kebun raya bogor. Akibat pertumbuhannya yang sangat cepat (3% per hari) mengakibatkan menutupi seluruh kolam. Eceng gondok tersebut dibuang melalui sungai dan Beberapa tahun kemudian tumbuhan ini telah berubah status menjadi gulma utama dan termasuk sebagai gulma air penting nomor satu di Indonesia.  

Dampak Tanaman Eceng Gondok

Secara umum dampak yang terjadi akibat invasi jenis spesies invasive seringkali sulit dikembalikan ke keadaan semula. Menurut Chozin (2016) spesies invasive mempunyai kemampuan penyabaran yang sangat cepat, reproduksi yang tinggi, pertumbuhan cepat, daya saing yang tinggi sehingga mampu menginvasi wilayah baru dengan relatif singkat.

a. Meningkatnya evapotranpirasi akibat penguapan 

Meningkatnya evapotranspirasi akibat penguapan pada daun-daun eceng gondok, mengakibatkan jumlah oksigen yang ada pada air akan berkurang, sehingga mengakibatkan menurunnya kandungan oksigen terlarut pada perairan. Tertutupnya permukaan air akibat tanaman ataupun sedimentasi juga berimplikasi pada Menurunnya cahaya matahari yang masuk kedalam perairan sehingga mengakibatkan menurunnya tingkat kelarutan oksigen dalam air (DO). Menurunnya kadar (DO pada perairan akan mengakibatkan kematian pada ikan (Sachoemar dan Wahyono, 2007)  

b. Mempercepat proses pendangkalan

 Tanaman eceng gondok yang sudah mati akan larut kedalam air, sehingga mengakibatkan penumpukan tanaman eceng gondok didasar sungai. Hal ini akan mengakibatkan pendangkalan perairian.

c. Mengganggu transportasi air

Karena tertutupnya permukaan air oleh tanaman invasive spesies eceng gondok mengakibatkan transportasi air seperti perahu dan kapal terganggu. Tanaman eceng gondok dapat tersangkut pada baling-baling kapal ataupun dayung.

d. Berkurangnya nilai estetika 

Secara estetika eceng gondok yang menutupi permukaan air sangat mengganggu pemandangan bagi wisatwan yang ingin melihat keindahan danau dan perairan. Pengunjung tidak bisa menikmati keindahan danau karena tertutup oleh eceng gondok. Secara tidak langsung akan megurangi nilai estetika sebuah objek wisata.

e. Rusaknya habitat perikanan

Enceng gondok apabila sudah mati akan hanyut kedasar sungai dan mengakibatkan pendangkalan perairan. Selain itu, eceng gondok juga menghalangi proses penetrasi cahaya matahari kedalam air sehingga mengganggu proses produksi ikan (Kompas, 2011). 

Pengendalian

a. Karantina Tumbuhan dan Hewan 

Karena sifatnya yang sangat berbahaya dan mengancam bagi kelestarian keanekaragaman hayati lokal, Sehingga diperlukan sebuah regulasi untuk mengendalikan dan mencegah introduksi dan penyebaran Invasive Alien Spesies (IAS) di Indonesia (Menlh.go.id, 2013). Dengan sudah terbentuknya sebuah badan Karantina Tumbuhan dan Hewan di Indonesia, disini menjadi peran utama dari lembaga ini untuk mencegah berkembangnya spesies invasif. Peran dan tugas dari lembaga ini adalah sebagai upaya dan pencegahan  masuk dan tersebarnya Organisme Pengganggu Tumbuhan dari luar negeri dan dari suatu Area ke Area lain di dalam negeri. 

b. Pengendalian

 Untuk mengendalikan populasi IAS bisa juga dengan menerapkan teknologi pengndalian dengan mengurangi kepadatan dan kelimpahannya. Pengendalian IAS sampai pada ambang batas menjadi penting supaya jenis tanaman lokal dapat hidup bersaing dan dapat kembali hidup pada ekosistem alaminya. Menurut Chozin (2016). Ada beberapa cara pengendalian yang bisa dilakukan:

1. Pengendalian Fisik. 

Pengendalian ini menggunakan tenaga kerja manual, tangan, mesin untuk mengendalikan. Seperti mencabut, menggali dengan sekop, atau menggunakan mesin pemotong atau peralatan lain untuk mencabut dan memotong tumbuhan. 

2. Pengendalian dengan Pembakaran. 

Pengendalian ini menggunakan api yang dikendalikan secara disengaja untuk mengendalikan jenis tumbuhan invasive. 

3. Pengendalian Hayati. 

Pengendalian ini menggunakan jenis atau spesies lain untuk mengendalikan jenis tumbuhan invasive sasaran. Dengan jenis serangga monofag dan ikan grass carp (ctenopharyngodon idella) Pengendalian ini lebih ditujukan untuk mengendalikannya hingga batas populasi tertentu. 

4. Pengendalian Kimiawi. 

Pengendalian ini secara kimia merupakan metode pengendalian dengan menggunakan herbisida. Metode ini dapat bekerja dengan cepat dan efektif, tetapi seharusnya menjadi pilihan terakhir, dan digunakan dengan sangat hati-hati. 

5. Restorasi. 

Pengendalian ini dengan cara revegetasi dan reintroduksi jenis tumbuhan atau vegetasi alami yang diinginkan untuk merehabilitasi bagian-bagian lahan yang kosong akibat perlakuan pengendalian. 

Penutup

Pengendalian Invasive Alien Spesies (IAS) pada suatu Negara dirasa sangat perlu untuk menjaga kelestarian sumber daya alam lokal yang ada pada suatu ekosistem. Karena Invasive Alien Spesies (IAS) bersifat sangat merugikan bagi kehidupan yang ada pada suatu habitat, serta merusak tatanan pada suatu ekosistem dan akhirnya akan menguasai seluruh habitat yang ada. 

Penulis: Dwi Tyas Pambudi, SP., M.Ling

DAFTAR PUSTAKA

  • Antara. 2013. Masuknya Jenis Ikan Asing Harus selektif.  http://m.antaranews.com/berita/369592/. Diakses 27 Maret 2017.
  • Chozin. 2016. Gulma dan Tumbuhan Invasive Di Wilayah Tropika Serta  Pengelolaannnya.  Fakultas Pertanian, Intitut Pertanian Bogor.
  • Kompas. 2011. 200 Hektar Enceng Gondok menutup Danau Tondano.  http://regional.kompas.com/read/2011/11/04/22215315/ . Diakses tanggal 28  Maret 2017 
  • Menlh.go.id. 2013. Konsultasi Publik Penetapan Jenis Asing Invasif.  http://menlh.go.id/konsuktasi-publik-penetapan-jenis-asing-invasif . Diakses 28  Maret 2017.
  • Sachoemar S.I. dan Wajono, H.D. 2007. Kondisi pencemaran lingkungan Perairan di  Teluk  Jakarta. Journal Air Indonesia. Vol 3 (1) :  Hal 2-14.
  • Sembel, D. T. 2016. Toksikologi Lingkungan Dampak Pencemaran Dari Berbagai  Bahan Kimia  Dalam Kehidupan Sehari-hari. Penerbit Andi. Yogyakarta. 
  • Sunaryo, Uji. T, Tihuruna, E.F. 2012. Komposisi Jenis dan Potensi Ancaman Tumbuhan  Asing Invasif Di Taman Nasional Gunung Halimun-Salak, Jawa Barat. Jurnal  Berita Biologi Vol 11 (2) : 231-239. 
  • Wikipedia. 2017. Spesies Invasif. https://id.m.wikipedia.org/wiki/Spesies_invaisf .  Diakses tanggal 28 Maret 2017.
  • Wiryono. 2013. Pengantar Ilmu Lingkungan. Pertelon Media. Bengkulu

Comments0

Komentar dengan link tidak diperkenankan.

Type above and press Enter to search.