*TSd0TUWlBUC0Gpz9GSO9GpMlBA==*

Mengenal Eutrofikasi, Si Perusak Ribuan Danau di Indonesia

Danau Hallstatt Foto: pixabay.com

Tanikita.com- Indonesia diperkirakan mempunyai lebih dari 5.807 danau yang tersebar di seluruh provinsi. Menurut Bappenas (2016) luas total danau di Indonesia mencapai 491.724 Ha. Pada saat ini hampir seluruh danau yang ada mengalami kerusakan. Eutrofikasi merupakan penyebab kerusakan tersebut.

Danau memiliki berbagai fungsi bukan saja menjaga keberlangsungan ekosistemnya, namun fungsi lain sebagai sumber penghidupan bagi masyarakat. Danau menyimpan nilai estetika sebagai suatu tempat objek wisata bagi penikmatnya, sumber air baku, perairan tangkap dan tempat olah raga. Kini fungsi tersebut mulai memudar, danau menjadi tempat bermuara seluruh limbah industri, limbah rumah tangga, limbah pertanian dan peternakan, serta bahan-bahan kimia berbahaya lainnya. Meningkatnya limbah memicu timbulnya berbagai masalah seperti menurunnya tangkapan ikan, tumbuh tanpa terkendali biota air, air yang berwarna keruh dan berbau, serta menurunkan nilai estetika dan keindahan.
Apa Itu Eutrofikasi
Definisi dasar eutrofikasi adalah pencemaran air yang disebabkan oleh munculnya zat yang diperlukan oleh makhluk hidup untuk tumbuh (nutrien) yang berlebihan ke dalam ekosistem air.
Menurut Effendi (2003) Eutrofikasi didefinisikan sebagai pengayaan (enrichment) air dengan nutrien/unsur hara berupa bahan anorganik unsur nitrogen dan fosfat yang dibutuhkan oleh tumbuhan dan mengakibatkan terjadinya produktivitas primer perairan. Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) eutropik merupakan perairan yang mengandung organisme dan bahan organik dalam jumlah besar. Air dikatakan eutropik jika konsentrasi total fosfat (TP) dalam air berada dalam rentang 35-100 µg/L.
Lebih lanjut Effendi (2003) membagi eutrofikasi menjadi dua, yaitu artificial atau culture eutrophication apabila peningkatan unsur hara di perairan disebabkan oleh aktivitas manusia; dan natural eutrophication jika peningkatan unsur hara di perairan bukan disebabkan oleh aktivitas manusia, melainkan aktivitas alam.
Dari berbagai riset dan penelitian, peningkatan nutrien dapat berasal dari dalam ekosistem perairan itu sendiri. Proses tersebut berasal dari penguraian (dekomposisi) bahan organik yang ada pada endapan lumpur (sedimen). Sedangkan dari luar ekosistem, nutrien masuk ke badan air melalui berbagai bahan buangan (limbah) baik yang disengaja ataupun tidak dari aktivitas manusia yang ada di sekitarnya.
Melalui penelitian jangka panjang pada berbagai danau kecil dan besar, para peneliti akhirnya bisa menyimpulkan bahwa fosfat merupakan elemen kunci di antara nutrien utama tanaman seperti karbon (C), nitrogen (N), dan fosfat (P)) di dalam proses eutrofikasi. Pada konsentrasi yang normal, bahan organik, unsur hara N, dan P menguntungkan bagi pertumbuhan fitoplankton. Namun ketika konsentrasi unsur-unsur tersebut tinggi, terjadi pertumbuhan fitoplankton yang berlebih (blooming) atau eutrofikasi dan bisa terjadi pencemaran air danau. fitoplankton merupakan makanan ikan sehingga dapat meningkatkan produksi ikan pada perairan. Tidak semua elemen-elemen tersebut mengakibatkan eutrofikasi hanya nitrogen dan fosfat, Mason (1993) dalam Effendi (2003), dan dari dua unsur tersebut fosfat mempunya andil yang besar.
Dampak Bagi Danau dan Perairan
Secara normatif, eutrofikasi adalah proses alamiah suatu danau yang mengalami penuaan dan memerlukan waktu ribuan tahun. Namun aktivitas manusia mempercepat proses tersebut dalam hitungan dekade bahkan hanya beberapa tahun saja.
Sampah Sumber: https://pixabay.com/photos/lastic-glass-garbage-paper-waste-5073837/
zoom-in-whitePerbesar
Sampah Sumber: https://pixabay.com/photos/lastic-glass-garbage-paper-waste-5073837/
Danau yang mengalami eutrofikasi akan mengalami perubahan warna. Air cenderung keruh atau berwarna kehijauan. Hal tersebut disebabkan tumbuh suburnya fitoplankton atau ganggang akibat dari peningkatan konsentrasi nutrien/hara baik bahan organik, unsur nitrogen (N) dan fosfat (P) terlarut dalam badan air. Sehingga berakibat tumbuh berkembang biak secara cepat (blooming) alga atau ganggang apabila sudah parah, kualitas air akan menurun, air berubah menjadi keruh, oksigen terlarut rendah, timbul gas-gas beracun dan bahan beracun (cyanotoxin) (Sugiura el all., 2004).
Meningkatnya jumlah alga (blooming algae) pada danau mengakibatkan seluruh permukaan air akan tertutup. Efek tersebut berakibat pada berkurangnya penetrasi oksigen dan sinar matahari yang masuk ke dalam air. Akibatnya biota air tidak dapat berfotosintesis untuk menyediakan oksigen bagi perairan.
Eutrofikasi juga berpengaruh terhadap berkurangnya oksigen terlarut (dissolved oxygen) di dalam air akibat pelapukan (dekomposisi) bahan organik. Organisme pengurai (decomposer)akan mengubah bahan organik tersebut menjadi sederhana. Organisme tersebut menggunakan oksigen terlarut yang ada di dalam air atau disebut Biological Oxygen Deman (BOD) Wardhana (2004). sehingga oksigen menjadi berkurang bagi jenis biota lainnya. Mengakibatkan biota air menjadi mati karena kekurangan oksigen.
Ammonia merupakan salah satu parameter pencemaran organik di perairan yang dihasilkan melalui proses pembusukan bahan-bahan organik (eutrofikasi) tanpa membutuhkan udara (anaerobic) oleh mikroba (Linsley, 1991). Kandungan ammonia yang tinggi pada suatu perairan akan menyebabkan warna air menjadi keruh dan menghasilkan bau yang tidak sedap (Erari et al., 2012). Amonia (NH3) merupakan salah satu nitrogen anorganik yang larut dalam air (Connel dan Miller, 1995). Senyawa ini berasal dari nitrogen yang menjadi NH4 pada pH rendah dan disebut amonium. Amonia dalam air permukaan berasal dari air seni dan tinja, juga dari oksidasi zat organik secara mikrobiologis yang berasal dari air alam atau air buangan industri dan aktivitas masyarakat.
Meningkatnya tumbuhan eceng gondok di perairan, disebabkan oleh nitrogen dan fosfat yang berlebihan. Jenis tanaman ini akan menghalangi masuknya sinar matahari ke dalam air. Sinar matahari dibutuhkan oleh tanaman untuk fotosintesis menjaga kandungan oksigen terlarut di dalam air. selain itu eceng gondok yang mati akan mengendap di dasar danau mengakibatkan pendangkalan.
Meningkatnya Alga bloom juga menyebabkan hilangnya nilai konservasi, estetika, rekreasional, dan pariwisata sehingga dibutuhkan biaya sosial dan ekonomi yang tidak sedikit untuk mengatasinya.
Penanganan Eutrofikasi
Eutrofkasi memerlukan sebuah penanganan yang serius untuk menguranginya, berbagai tindakan dapat dilakukan seperti:
Pemerintah perlu membuat sebuah regulasi agar pengusaha tidak menggunakan fosfat dalam detergen dan sabun. Begitu pula produk makanan dan minuman diusahakan juga tidak mengandung fosfat. Di samping itu, dituntut pula peran pemerintah di sektor pertanian agar penggunaan pupuk fosfat tidak berlebihan, serta perannya dalam pengelolaan sektor peternakan yang bisa mencegah lebih banyaknya lagi fosfat lepas ke lingkungan air. Bagi masyarakat dianjurkan untuk tidak berlebihan mengonsumsi makanan dan minuman yang mengandung aditif fosfat.
Melakukan edukasi terhadap masyarakat agar menjadi konsumen produk yang memiliki kesadaran lingkungan (green consumers) untuk membeli produk kebutuhan rumah tangga yang mencantumkan label bebas fosfat (phosphate free) dan produk ramah lingkungan (environmentally friendly).
Penggunaan pupuk anorganik secara arif dan sesuai dosis anjuran untuk menghindari terlepasnya atau tercuci pupuk akibat air hujan. Agustiningsih (2012) menyatakan bahwa pupuk yang terlimpas ke sungai dan waduk mencapai 70% dan hanya 30% saja yang terserap akar tanaman.
Limbah rumah tangga seharusnya tidak langsung dibuang ke sungai. Diperlukan perlakuan khusus untuk menetralisirnya. Bila limbah dalam bentuk organik, dapat dilakukan perlakuan pembuatan kompos ataupun pupuk organik cair (POC) yang bisa meningkatkan nilai ekonominya.
Referensi
Sugiura, N., M. Utsumi, B. Wei, N. Iwami, K. Okano, Y. Kawauchi, T. Maekawa. 2004. Assessment for the Complicated Occurrence of Nuisance Odours from Phytoplankton and Environmental Factors in a Eutrophic Lake. Lake & Resenoirs: Res.and Mqn.,9:l 95-20 I .
Agustiningsih. 2012. Kajian Kualitas Air Sungai Blukar Kabupaten Kendal dalam Upaya Pengendalian Pencemaran Sungai (tesis). Available from URL: https://eprint.undip.ac.id(dikutip 18 Maret 2021).
Wardhana, W.,A. Dampak Pencemaran Lingkungan. Penerbit Andi. Yogyakarta.
Linsley RK. 1991. Teknik Sumberdaya Air. Penerbit Erlangga.
Connel DW dan Miller GJ. 1995. Kimia dan Ekotoksikologi Pencemaran. Koestoer Y, Sehati. UI Press. Jakarta.
Effendi H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumberdaya Perairan. Yogyakarta. Kanisius.
Erari SS, Jubhar M dan Karina L. 2012. Pencemaran organik di Perairan Pesisir Pantai Teluk Youtefa Kota Jayapura, Papua. Prosiding Seminar Nasional Kimia Unesa. ISBN : 978-979-028-550- 7 Surabaya, 25 Pebruari 2012 C – 327.

Comments0

Komentar dengan link tidak diperkenankan.

Type above and press Enter to search.