*TSd0TUWlBUC0Gpz9GSO9GpMlBA==*

Cebong dan Kampret

Kelelawar Foto: pixabay.com

Tanikita.com - Kecenderungan peningkatan eskalasi politik di Indonesia menjelang pemilu presiden (pilpres) tahun 2019. Hal itu terlihat dari pantauan gerakan yang timbul dalam masyarakat, media sosial dan media elektronik lainnya. Peningkatan tersebut bukan tidak mungkin menimbulkan friksi antar masyarakat, pendukung, tim pemenangan dan calon presiden (capres) maupun calon wakil presiden (cawapres) itu sendiri.

Meningkatnya eskalasi politik, juga terlihat dari kandidat capres dan cawapres. Fenomena ini mulai dibangun oleh kedua kandidat. Sinisme terlihat dari saling sindir, mengkritisi kebijakan dan program yang ditawarkan maupun yang telah dilaksanakan. Hal ini menjadi lumrah, karena posisi RI-1 merupakan sebuah puncak pencapaian dalam karir politik di negeri ini.

Kunjungan capres yang selama ini dibangun ke kantong-kantong suara seperti, masyarakat marginal,  masyarakat akar rumput (grass root) dilakukan untuk meraih simpati, menawarkan dan menyampaikan program-progam andalan mereka. Bahkan pada saat ini, penyandang cacat mental (tuna grahita) sudah mulai dilakukan pendataan untuk menggunakan hak suaranya dalam konstalasi pilpres tahun 2019. Hal Ini mengingatkan bahwa, satu suara sangat penting dan menentukan suatu kemenangan.

Tempat ibadah seperti masjid dan pesantren tak luput menjadi tujuan favorit untuk menawarkan program kerja dan visi misi yang akan dicapai. Dengan jumlah penduduk muslim terbesar di dunia, memungkinkan suara umat muslim menjadi penentu bagi kemenangan salah satu capres.

Terkadang pro dan kontra terjadi dalam setiap kunjungan tim pendukung capres dan cawapres. Ada warga yang menolak dan bahkan melakukan penghadangan. Ada kecenderungan pemahaman politik yang tidak mengedepankan akal sehat pada berbagai kalangan masyarakat. Menjadikan momentum pilpres, sebuah pertarungan hidup dan mati yang berdarah-darah dan segala cara halal untuk dilakukan. 

Black campaign (kampanye hitam ) sudah 'wora-wiri' di dunia maya dan memenuhi wall (dinding)  facebook, isu-isu jahat dan cenderung fitnah sudah menjadi bagian dari pertempuran politik saat ini. Agar sinisme terbangun oleh dua kubu yang berseberangan. Pakar-pakar politik dunia hitam dan penyebar hoax mulai mencari mangsa untuk mendapatkan proyek fitnah. Semua dilakukan hanya untuk memenangkan kekuasan politik yang menguntungkan bagi golongan tertentu.  

Tak lupa ahli nujum perpolitikan mulai menghembuskan mantra-mantra untuk menyebarkan pengaruh jahat dan fitnah. Kemenyan mulai dibakar, asap mulai membumbung. Agar sinisme terbangun oleh dua kubu. Dengan harapan asap tersebut menjadi bara api yang akan menimbulkan kebencian terhadap salah satu kandidat. 

Hampir semua lini terlibat dalam agenda politik 5 (lima) tahunan saat ini. Dari kota sampai ke pelosok desa, tukang sayur, petani, pedagang, kampus, warung kopi, rumah makan, semua tak luput dari pengaruh ini. Semua mendiskusikan siapa figur yang layak memimpin negeri ini kedepan. Terkadang terjadi perdebatan yang berujung bentrok antar warga pendukung. 

Hal ini dilakukan bukan tidak beralasan, mereka mempunyai justifikasi  yang kuat dari masing-masing pendukung. Mungkin sebagai bagian rakyat, mereka ingin mendapatkan seorang pemimpin yang terbaik sesuai versi dan keinginan mereka. Dengan tujuan dapat memberikan manfaat bagi seluruh rakyat Indonesia.

Perbedaan pilihan dan cara padang terhadap politik, sudah barang tentu memunculkan dua kubu yang berseberangan. Yaitu kubu pendukung Jokowi-Amin dan Prabowo-Sandi. Nama-nama bagi pendukung mulai dibuat untuk menguatkan dan mencirikan pendukung tertentu, misal Projo, PAS, Barisan Emak-emak dan lain-lain. 

Namun ada yang unik untuk pemberian nama tersebut yaitu, cebong dan kampret. Dua jenis binatang yang berbeda karakter dan habitat tak luput menjadi pilihan bagi kedua kubu yang saling berebut kekuasaan. Menjelaskan secara tegas untuk membedakan pilihan, cebong untuk pendukung Jokowi dan kampret untuk pendukung Prabowo. Julukan tersebut pasti mempunyai makna dan arti bagi pendukung masing-masing capres.

Fonema cebong dan kampret sebenarnya sudah terjadi sejak pilpres tahun 2014. Pada saat itu Prabowo dan Jokowi ‘head to head’ untuk mendapatkan kursi presiden. Eskalasi kembali meningkat pada saat ini disaat mereka kembali bertarung. Sehingga warganet kembali menggunakan nama tersebut untuk memberikan ciri terhadap pendukung tertentu.

Entah bermula dari mana, yang pasti julukan kampret dan cebong tersebut sudah sangat familiar dipakai oleh warganet dan memenuhi seluruh wall-wall facebook dan media sosial lainnya. Mungkin anda perlu tahu?

Apa Sih, Kampret dan Cebong?

Cebong berasal dari bahasa Jawa merupakan larva binatang amfibi (kodok) yang baru menetas menjelang tumbuh dewasa menjadi kodok atau katak. Mempunyai ciri-ciri kepala yang besar melebihi dari tubuhnya, mempunyai ekor, bernafas dengan insang tidak mempunyai kaki dan biasanya hidup di air baik tergenang atau yang mengalir.

Cebong Foto: pixabay.com

Sedangkan ‘kampret’ juga merupakan istilah jawa, dalam bahasa ilmiah disebut Microchiroptera adalah anak kelelawar biasanya hidup dengan memakan buah dan hidup menggantung pada pohon, dan keluar pada malam hari untuk mencari makan. Pada siang hari, kampret biasanya hidup di dalam gua yang gelap, atau pada gedung-gedung yang tidak di diami.

Keistimewaan Kampret dan Kecebong

Dilansir dari detikhealth.com (05/04/2018), kecebong hidup di Negara Cina dipercaya mempunyai efek medis untuk mengobati penyakit kulit seperti psoriasis, scabies, eczma dan cutaneous pruritus sehingga banyak dari warga cina baik dewasa maupun anak-anak dianjurkan untuk memakan kecebong hidup.

Karena cebong masih dalam bentuk larva dan dalam proses menjadi dewasa, secara umum belum mempunyai keistimewaan tertentu, bila dibandingkan dengan kampret.  Bukan tendensi kepada salah satu capres, melalui data-data dan berbagai riset dan jurnal yang dikumpulkan oleh penulis kampret mempunyai manfaat yang lebih banyak.

Selain dianggap sebagai hama, kampret juga mempunyai banyak manfaat seperti penyerbuk bunga, sebagai pemencar biji-bijian, sebagai predator alami untuk memakan ulat bulu, nyamuk, dan hama pertanian, sebagai obat asma dan pupuk penyubur tanah (guano), sebagai penambah stamina, menyembuhkan gatal-gatal.

Selain itu kampret mempunyai keistimewaan sebagai hewan nokturnal yang tidur pada siang hari dan aktif pada malam hari, memakan buah yang masak, dan mempunyai kemampuan ultrasonik sehingga tidak mudah untuk menabrak dinding atau benda yang akan dilaluinya malaupun pada malam hari. Ultrasonik yang dimiliki oleh hewan ini mampu digunakan sebagai radar untuk mendeteksi keberadaan benda-benda yang ada di depannya. 

Selain keistimewaan tersebut, kampret mempunyai keistimewaan dapat menghasilkan pupuk oganik yang sangat berkualitas, yaitu guano. Guano merupakan kotoran kelelawar, mempunyai kandungan nitrogen (N)dan Phospat (P) yang tinggi. Apabila jenis pupuk ini diaplikasikan untuk pemupukan sudah barang tentu dapat menyuburkan tanaman. Karena bersifat organik dari hasil kotoran kelelawar, guano tidak menimbulkan residu yang berbahaya bagi manusia dan aman bagi lingkungan.

Anda Dipihak Mana?

Sebagai makhluk ciptaan Allah, sudah barang tentu cebong dan kampret mempunyai keistimewaan masing-masing. Sebagai mahkluk ciptaan yang sempurna kita tidak perlu menghakimi antar kubu, kita yang lebih baik, atau mereka yang salah.

Bila dihubungkan dengan kandidat capres baik Jokowi-Amin dan Prabowo-Sandi sudah pasti mempunyai keunggulan dan visi misi yang baik untuk memimpin negara ini. Dan mempunyai tujuan untuk mensejahterakan rakyatnya. Di pihak manapun anda! yang pasti ingin mencari pemimpin yang amanah dan dapat menyelesaikan permasalahan bangsa ini seperti kesejahteraan masyarakat, kerusakan lingkungan, pembangunan, pengangguran dan lain-lain.

Sebagai masyarakat hendaknya kita dapat menjadi dewasa untuk menyikapi masalah ini. Jangan sampai dengan agenda rutin 5 (lima) tahunan ini, ada perpecahan antara pendukung atau masyarakat Indonesia. Permusuhan akan merusak demokrasi yang sudah kita bangun selama ini. Siapa pun Presiden kita yang terpilih, merupakan saudara kita sebangsa dan se-tanah air. @artikel 2018

Penulis: Dwi Tyas Pambudi, SP., M.Ling

Comments0

Komentar dengan link tidak diperkenankan.

Type above and press Enter to search.