*TSd0TUWlBUC0Gpz9GSO9GpMlBA==*

Ikuti Tips Ini, Untukmu Menjadi Petani Millenial Sukses

Tanaman Sayuran menggunakan sistem Hidroponik Foto: Pixabay.com


Dwi Tyas Pambudi, SP., M.Ling

Tanikita.com - Keuntungan hadirnya media jejaring sosial saat ini adalah tersedianya informasi yang cepat dan mudah diakses semua kalangan. 


Tidak saja kalangan elit dan terpelajar, namun keuntungan tersebut juga dirasakan oleh petani. Harga produk di belahan bumi mana pun dapat diakses secara cepat dari gawai. Sehingga petani sangat mudah mengetahui harga komoditas apa yang lagi tren pada suatu waktu.


Memiliki gelar petani memiliki beban berat di pundak yang harus di pikul. Berbagai permasalahan tidak saja modal untuk bercocok tanam, melimpahnya produk di pasaran, diperlukan ilmu yang memadai, perubahan iklim, serangan hama penyakit, serta pengaruh dari kebijakan pemerintah terkait impor tidak kunjung selesai. 


Namun untuk menjadi sukses dan menghindari kerugian akibat permasalahan tersebut ada beberapa tips yang petani millenial bisa ikuti.


Tidak ikut-ikutan

Mudahnya mendapat informasi harga tren suatu komoditas biasanya akan diikuti petani dengan mencontoh success story tersebut. Mereka mencoba menduplikasi tanaman yang diusahakan itu. Dengan harapan mendapatkan hasil yang lebih baik. Sehingga terkesan ikut-ikutan. Tanpa disadari sifat latah tersebut merugikan petani.


Dihadapkan dengan informasi kenaikan harga salah satu jenis komoditas misalnya cabai, psikologis petani menjadi terganggu. Mereka cenderung tergoda dan berusaha menanamnya apapun yang akan terjadi. Untuk mendapatkan atau mengejar harga terbaik tersebut. Walaupun tanpa pengetahuan dan ilmu yang memadai. Mereka akan melakukan cara apa pun untuk mengganti komoditas pertanian yang mereka tanam pada saat itu.


Suatu komoditas atau jenis tanaman membutuhkan perawatan dan perlakuan tersendiri. Misalnya tanaman nilam akan berbeda perawatannya dengan tanaman cabai. 


Seni merawat tanaman tidak secara langsung bisa kita pahami dengan membaca atau mendengar ceramah seorang penyuluh, namun membutuhkan pengalaman dan proses belajar langsung atau praktek. Tanpa ilmu atau "pakem" merawat tanaman tersebut, biasanya petani millenial akan mengalami kerugian.


Sebagai contoh kasus pada tahun 2015 harga merica (Piper nigrum) di tingkat petani berkisar Rp. 130.000 per kilo gram. 


Pada tahun-tahun sebelumnya harga merica hanya berkisar pada Rp. 25.000 per kilo gram. Perubahan harga tersebut sangat mengganggu psikologis petani. Sehingga banyak petani di berbagai daerah beralih untuk menanam jenis tanaman ini.


Dampak kenaikan harga merica banyak tanaman tahunan seperti tanaman kopi yang ditebang dan diganti dengan komoditas ini. Bibit yang mahal pun sanggup dibeli petani, jutaan bibit digelontorkan untuk mencukupi kebutuhan petani. 


Sampai-sampai pemerintah desa dengan Dana Desa mengalokasikan untuk pengadaan dan pembelian bibit lada. Namun apa yang terjadi sekarang, komoditas tanaman merica kembali ke harga yang normal yaitu Rp. 25.000-30.000 dan cenderung stagnan.


Apakah petani lada akan menebang tanaman lada mereka dengan mengganti dengan tanaman cabai, karena pada suatu waktu di Indonesia harga cabai cukup bagus berkisar Rp. 50.000-80.000 per kilogram. 


Sungguh ironis bila petani menebang tanaman merica mereka dan mengganti dengan tanaman cabai. Menjadi terombang-ambing apabila menjadi petani tapi ikut-ikutan untuk menanam jenis tertentu.


Akibat harga murah alhasil pada saat ini tanaman merica tidak diurus. Tanpa perawatan dan hanya dipanen bila ada buahnya. Karena tanpa perawatan yang maksimal membuat hasilnya pun tidak maksimal. Sudah terdampak dengan harga murah, hasil pun sedikit karena tidak ada perawatan. Sudah jatuh tertimpa tangga. Petani sudah mengalami kelelahan dengan mengejar semua komoditas yang mempunyai harga tinggi.


Tanaman utama yang telah diusahakan bertahun-tahun seperti kopi telah ditebang. Mengeluarkan modal kembali untuk biaya penanaman komoditas merica, menunggu bertahun-tahun untuk panen merica, ternyata setelah panen merica pun murah tidak sesuai dengan yang diharapkan. Tamat sudah nasib petani.


Pelajari ilmunya

Setelah memutuskan menanam jenis tanaman tertentu misalnya cabai, petani harus mempelajari apa saja yang terkait dengan tanaman cabai tersebut. Ilmu bisa didapat dari mana saja. Misalnya dengan membaca, belajar langsung dengan petani lainnya, survei pasar dan mengundang penyuluh pertanian. Untuk menambah wawasan terhadap suatu jenis tanaman harus mempelajari ilmunya dulu. "kuasai ilmu dan medannya baru berperang."


Pada saat ini sudah tidak ada keterbatasan informasi terkait apa saja. Semua bisa diakses dari gawai kita. Banyak portal yang dikelola pemerintah, perusahaan maupun pribadi menyediakan forum konsultasi masalah budidaya pertanian (seperti tanikita.com). Tinggal siapkan kuota dan berselancar. Sangat gampang. 


Cara yang paling mudah yang biasa dilakukan adalah dengan studi banding mendatangi petani sukses yang sudah bertahun-tahun membudidayakan tanaman tersebut. Minta izin untuk belajar. Biasanya petani tidak segan membantu.


Forum diskusi banyak juga dilakukan oleh penyuluh pertanian pemerintah atau penyuluh swasta dari perusahaan yang bergerak di bidang sarana produksi petanian. 


Kita boleh hadir setiap ada kegiatan perusahaan tersebut, untuk mendapatkan tips bertani ala perusahaan atau mengundang mereka. Semua dilayani gratis, terkadang kita mendapatkan souvenir, contoh produk, kaos, topi dan sebagainya.


Merawat dengan cinta

Merawat tanaman membutuhkan cinta. Kami suku Jawa biasa memedomani "trisno jalaran seko kulino". Pemahaman kami ini mungkin bisa diterapkan juga dalam seni merawat tanaman. Menjadi seorang petani, apabila mengusahakan jenis tanaman tertentu harus mencintai dan harus memahami "nlateni" apa yang menjadi keinginan jenis tanaman tersebut. Apabila dilakukan secara terus menerus dan selalu bersama cinta akan timbul.


Merawat tanaman banyak petani mengibaratkan seperti merawat bayi ataupun mempunyai kekasih. Untuk mendapatkan hasil yang baik, haruslah merawat dengan penuh cinta. Tanaman harus diberi perhatian kebutuhan apa yang menjadi keinginannya. Misalnya perlu pupuk, perlu air, membutuhkan penyemprotan pestisida dan sebagainya.


Menghindari spekulasi

Mengusahakan jenis tanaman hanya berpedoman dengan kira-kira dan spekulasi biasanya akan merugikan. Spekulasi tanpa ilmu itu bunuh diri. Petani millenial harus menghindari sifat ini.


Kenaikan harga satu jenis komoditas pertanian, sering kali mendorong petani untuk melakukan spekulasi menaman. Dengan harapan kenaikkan produksi salah satu komoditas, petani akan mendapatkan keuntungan yang melimpah. 


Padahal pasar dikendalikan dengan hukum ekonomi ketersedian barang. Apabila produksi barang melimpah otomatis harga akan menjadi menurun. Begitu juga sebaliknya.


Untuk menghindari kerugian menanamlah sesuai kemampuan kita dan selalu update komoditas tanaman yang banyak diusahakan petani petani saat ini. Menghindari komoditas mayoritas yang ditanam oleh petani sungguh sangat bijak.


Selalu update dengan kondisi iklim

Perubahan iklim global pada saat ini berakibat pada perubahan cuaca lokal kita. Musim hujan dan kemarau tidak bisa diprediksi seperti dulu lagi. Misalnya kalau suku Jawa menganut sistem "pranoto mongso" untuk menjadi pedoman dalam melakukan bercocok tanam. Pada saat ini akibat perubahan iklim kearifan lokal tersebut sudah tidak bisa dijadikan pedoman lagi. Cuaca sudah tidak bisa diprediksi.


Akibat perubahan iklim sudah banyak diteliti, misalnya penelitian ditingkat dunia, yang dilakukan oleh Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) tahun 2007 di daerah tropis menunjukkan bahwa produksi jagung dan padi menurun akibat meningkatnya suhu udara dan perubahan iklim. Kenaikan suhu 2 derajat Celsius mengurangi produksi jagung sebesar 20 persen dan produksi padi sebesar 10 persen.


Penelitian yang dilakukan oleh Bank Pembangunan Asia (ADB) di tingkat asia, menyebutkan Negara Filipina, Indonesia, Vietnam dan Thailand diperkirakan akan mengalami penurunan hasil padi sekitar 50 persen pada tahun 2100 dibandingkan dengan tahun 1990 rata-rata dengan asumsi apabila tidak ada perbaikan sarana teknis. Di Indonesia akibat perubahan iklim diperkirakan menurunkan produksi padi sebesar 34 persen dan 75 persen di Filipina.


Studi yang dilakukan oleh Naylor et al pada tahun 2007 juga menunjukkan bahwa penurunan produksi pangan terjadi di Jawa dan Bali akibat kekeringan. Penurunan produksi pangan tersebut mencapai 18 persen pada periode Januari sampai April.


Jadi sudah jelas bahwa perubahan iklim sangat berpengaruh terhadap pertanian kita. Sebelum memutuskan untuk bercocok tanam dengan varietas tertentu, sebagai generasi millenial yang berprofesi petani kita harus update kondisi cuaca lokal di daerah kita. Misalnya dengan ikut kegiatan kampung tangguh iklim, sekolah lapang tentang iklim, dan mencoba mendiskusikan atau mengakses website penyedia layanan prediksi cuaca misalnya BMKG atau Kementerian Pertanian.


Praktik langsung

Untuk mendapakan pengalaman yang lebih, harus melakukan langsung atau praktik. Tanpa praktik tidak mungkin ilmu yang sudah kita dapatkan menjadi berguna. Pengalaman merupakan guru yang terbaik. 


Tanpa mencoba langsung, pengalaman tidak akan didapatkan. Terus mencoba dan mencoba. Perlu diingat jumlah petani millenial di negara ini semakin menurun. 


Semoga dapat memberikan motivasi petani millenial dan membantu kesuksesan Negara Indonesia untuk meningkatkan swasembada pangan. 

Comments0

Komentar dengan link tidak diperkenankan.

Type above and press Enter to search.